Blog ini sedang dalam masa pemeliharaan.

Cara Saya Mengelola Keuangan

Sederhana, asal konsisten maka keuangan aman.

Sebagai kelas pekerja yang mengais pundi-pundi rupiah di wilayah dengan UMR termurah, tentu saya kudu cermat dalam mengelola keuangan. Apalagi saya tidak sedang tinggal di rumah—meski hal ini bisa dilakukan. Saya bekerja di sektor TI yang mana pekerjaan saya dapat diselesaikan dari mana saja. Sayangnya karena pelonggaran protokol kesehatan meski masih pandemi, kantor tempat saya mewajibkan untuk kerja dari kantor (WFO, work from office) setidaknya dua hari dalam seminggu. Aturan ini memaksa saya untuk tetap berada di perantauan, di Jogja, karena internet di rumah saya benar-benar payah. Selain itu, kalau pulang ke rumah, saya akan kebingungan karena tidak banyak aktivitas yang bisa dilakukan di kota cocoknya untuk para pensiunan ini.

Menjadi perantau, berarti harus mandiri dalam segala hal, termasuk keuangan. Untuk mengelola keuangan, saya harus melakukan perombakan besar-besaran dalam mengatur arus kas masuk dan keluar. Teorinya sih mungkin terdengar mudah: tiap uang harus tercatat dan diketahui darimana dan kemana mengalir. Namun pada prakteknya cukup sulit. Lalu apa saja yang saya lakukan agar terbiasa hingga saat ini?

1. Pilih Aplikasi yang Sesuai

Di toko digital sudah ada ribuan aplikasi tersedia untuk membantu saya mencatat tiap transaksi. Beberapa aplikasi ada yang mudah dipahami penggunaannya, ada pula yang relatif rumit. Saya sendiri memilih AndroMoney sebagai aplikasi bawaan untuk mengelola keuangan. Secara tampilan, aplikasi ini benar-benar sederhana. Apabila pengaturan sudah tuntas disesuaikan: jenis mata uang, hari pertama dalam seminggu, tanggal gajian, fitur sinkronisasi data (akun Google), hingga pengaturan keamanan seperti PIN dan sidik jari, maka saya hanya perlu fokus pada pengisian arus kas masuk dan keluar. Sebenarnya secara kaidah UI, aplikasi ini sangat kurang dinamis dan elegan. Namun berdasarkan UX, aplikasi ini sederhana, fungsional, dan mudah dipahami pengguna awam. Aplikasi ini ada versi gratis dan berbayar. Versi gratis ada iklan, namun sejauh ini iklan hanya banner kecil di bawah layar, sama sekali tidak mengganggu bagi saya.

Aktivitas keuangan, baik pemasukan, pengeluaran, maupun transfer dicatat secara rinci, kalau perlu ada foto struknya

Fitur lain dari aplikasi AndroMoney

Beberapa akun saya dengan saldo yang disensor, hehe

Akun ini ada yang pencatatannya missing juga sih, hehe

Ada banyak sekali kategori pemasukan, pengeluaran, dan transfer antar akun

Ada pengaturan bujet bulanan yang bisa diaktifkan pemberitahuan ketika pengeluaran mencapai 50% bujet yang diatur

Sebagai contoh, pengeluaran bulanan saya untuk kategori makan, terdiri dari beberapa sub-kategori seperti snek, minuman penyegar, makan pagi, makan siang, dan makan malam

Kelebihan lain aplikasi ini adalah sistem kategorisasi bawaannya yang sudah cukup lengkap sehingga saya tidak perlu membuat kategori manual lagi. Mungkin saya hanya perlu menyunting nama sub-kategori atau menambahkan sub-kategori baru seperti Reparasi sepeda pada kategori Otomotif. Oh ya, aplikasi ini juga bisa diakses melalui dekstop dengan mengunjungi web.andromoney.com. Sayangnya versi desktop sangat tidak dinamis dan UInya beda jauh dengan versi ponsel. Meski begitu, tetap sangat membantu sih misal kehilangan ponsel.

2. Membuat Kebiasaan Baru: Mencatat!

Adaptasi keuangan saya mulai ketika pertama kali kerja, yakni pada Mei 2019 lalu. Waktu itu untuk mencatat uang pun saya sering lupa meski aplikasi mengingatkan dan alarm sudah saya pasang. Biasanya alarm berdering pada pukul 9 malam. Kenapa pada jam ini? Saya memperhatikan kalau pada jam ini sudah tidak ada lagi transaksi keuangan yang saya lakukan. Paling mentok ya jajan di angkringan sehingga bisa merefleksikan kondisi keuangan harian pada malam hari. Dan pada waktu ini saya akan mencoba mengingat-ingat transaksi yang saya lakukan sejak pagi, itung-itung latihan olah ingatan.

Menyimpan struk sudah saya lakukan selama satu tahun belakangan, ya meski belum terjurnal dengan baik laiknya bendahara organisasi

Sayangnya, pada enam bulan pertama pencatatan saya masih kacau. Namanya juga adaptasi, terkadang saya malas mencatat transaksi yang terjadi pada hari ini, dan baru dicatat tiga hari kemudian. Pada waktu itu pula saya belum rajin menghimpun struk bila saya mendapat struk. Akibatnya banyak sekali transaksi tidak tercatat. Semua transaksi yang tidak sempat tercatat rinciannya pun terpaksa saya simpan pada kategori pengeluaran Fee > Money Lose (kategori baru) dengan keterangan 'Uang hilang'. Dan waktu itu nominalnya terhitung tinggi yang tidak tercatat. Maka saat ini untuk menakar sebaik apa saya dalam mencatat keuangan, ditandai dengan tidak adanya transaksi yang masuk dalam sub-kategori Money Lose.  

3. Membiasakan Pencatatan Lebih Rutin

Belakangan ini saya mengubah kebijakan untuk pencatatan keuangan. Apabila dulu biasa dilakukan pukul 9 malam, sekarang sesegera bila transaksi dilakukan. Apalagi saat ini keuangan saya tidak hanya berlangsung pada 'akun' Dompet dan rekening saja. Aktivitas dalam dompet digital juga dilakukan. Maka sebagai bukti transaksi, saya gunakan fitur tangkapan layar untuk diunggah ke dalam aplikasi. Tiap kali pencatatan usai, saya lakukan sinkronisasi data supaya tercadangkan ke awan, semisal sewaktu-waktu saya ganti ponsel data tetap tersimpan. 

Pernah suatu waktu saya ada kebutuhan untuk reaktivasi mbanking di bank ketika ponsel baru saya tiba. Dengan mengecek saldo terakhir rekening di aplikasi yang sama pada ponsel pinjaman teman, saya bisa meyakinkan bahwa saya adalah pemilik sah rekening ini pada layanan pelanggan bank. Dan beruntung verifikasi saldo ini berhasil, hehe.

4. Membaca Laporan

Selain mencatat transaksi, membaca laporan keuangan juga penting. Saya biasa membaca laporan keuangan di kala senggang akhir pekan. Tentu saja sebagai perantau saya harus menjaga keuangan agar tidak melewati ambang batas minimal 'saldo aman'. Berkaca dari bulan Juni - Juli lalu dimana perusahaan tempat saya bekerja kolaps karena pandemi tidak terencana, saya belum mengusahakan menabung. Ya, gajian setahun pertama ingin saya nikmati supaya tidak merasa teraliensasi dengan hasil jerih payah pribadi. Uang ini larinya ke hal-hal konsumtif termasuk untuk upgrade peralatan pribadi seperti ponsel, dkk. Maklum, buruh baru belum punya tanggungan. Karena belum ada keuangan yang siap inilah, sebelum Tour De Java tabungan saya tipis bahkan nyaris bangkrut. Belum ponsel saya rusak sehingga harus kasbon kantor untuk membeli perangkat baru.

Setiap receh transaksi dicatat, termasuk ketika memberikan sumbangan atau sedekah

Setelah berkaca pada laporan keuangan, ternyata banyak sekali aktivitas transaksi tidak penting yang saya lakukan. Hal ini terjadi karena saya belum cermat dalam membedakan kebutuhan dengan keinginan. Misal manusia memiliki kebutuhan makan 3 kali sehari, maka pertanyaan 'mau makan dimana?' adalah keinginan. Dengan membaca laporan, saya bisa memangkas anggaran yang tidak begitu perlu, mengubah pilihan yang jauh lebih murah di kantong, juga membedakan kebutuhan primer - sekunder, substitusi dan komplementer. Mungkin kenapa saya belum siap dana darurat kalai itu adalah karena saya bekerja di sektor TI yang sempat saya pikir aman dari pandemi, namun rupanya ambruk belakangan. Sektor ini juga akan bangkit belakangan setelah sektor lain pulih. 

5. Manajemen Keuangan Lanjutan

Manajemen keuangan saya kini tak hanya sekadar mencatat transaksi. Saat ini saya sedang mencoba membagi beberapa uang saya ke dalam beberapa komponen investasi. Mulai dari reksadana, kripto, hingga saham, saya coba satu per satu. Alasan saya melakukan ini adalah untuk mengoptimalkan aset yang saya miliki (uang) agar tidak hanya habis terpotong oleh bea penyimpanan bank. Reksadana dan saham adalah komponen investasi sehingga perkembangan nilai aset jangan dilihat dalam jangka pendek. Perubahan nilai aset memang fluktuatif tergantung dengan instrumen investasi yang dipilih: reksadana berisiko rendah namun perkembangan aset juga lamban, sedang saham bersifat high risk dan high return. Makanya, sebelum masuk ke tahap investasi, tiap orang diusahakan memiliki dana dingin atau uang yang mungkin tidak akan terpakai karena sudah membagi-bagi porsi keuangan, misalnya telah memiliki tabungan (di rekening bank), asuransi (BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan), dan menyiapkan dana darurat pada nominal 10 juta.

Tahapan dalam pengelolaan keuangan sebelum investasi

Investasi pada kripto jauh lebih berisiko. Selain itu ada klaim bahwa kripto tidak ramah lingkungan sehingga saya sedang mempertimbangkan berhenti berinvestasi pada mata uang kripto.

Selain itu, saya juga melakukan investasi pada diri sendiri. Maksudnya, saya juga mengembangkan bakat dan kemampuan yang saya miliki agar bisa meningkatkan nilai upah yang saya terima sebagai buruh di perusahaan orang. Maklum, dunia kerja di Indonesia sangat kompetitif dimana satu posisi kerja bisa memiliki berbagai persyaratan. Oleh karenanya, agar tidak tersingkir dalam kompetisi saya juga harus berkembang. Perkembangan ini meliputi skill yang berkaitan dengan pekerjaan sekarang, maupun hal-hal di luar pekerjaan seperti kebugaran dan pendidikan

Meme yang benar-benar menggambarkan buruh Indonesia- dituntut untuk multitasking


Jangan mau kalah dengan orang lain

6. Mempertahankan Gaya Hidup

Ini bagian terpenting. Bagaimana pun ketika taraf hidup naik, usahakan tetap untuk mempertahankan gaya hidup sederhana/saat ini. Saya sendiri menyadari kalau gaya hidup meningkat meski peningkatannya tidak begitu signifikan. Hal ini sengaja saya lakukan untuk menyongsong gaya hidup baru yang lebih baik. Misalnya, saat ini saya membeli Mi Watch dan merakit sepeda. Meski keduanya adalah barang yang apabila dijumlah nilainya lumayan, namun tujuan pengadaan kedua barang itu adalah untuk menunjang gaya hidup aktif bergerak saya. Dan benar, saya jadi lebih aktif berkeringat saat ini. Beberapa kali saya juga nongkrong di kafe. Karena pandemi, aktivitas ini dapat saya batasi sehingga tidak banyak pengeluaran untuk hal-hal yang sifatnya sekunder. Saya juga sering jajan belakangan ini, namun tujuan dari jajan ini tidak lain untuk memutar uang agar roda ekonomi kembali pulih. 

Pengeluaran untuk perakitan sepeda bisa dibilang investasi untuk produktivitas diri (kesehatan jasmani)

Kurang lebih begitu cara saya mengelola keuangan. Tentu tiap orang punya caranya masing-masing, dan mereka lebih tahu-menahu soal kondisi finansial saat ini. Tidak perlu melihat kondisi dan capaian orang lain karena pada dasarnya tiap orang memulai hidup dalam kondisi yang berbeda-beda.

Mengatur keuangan bukan berarti pelit, melainkan mencoba transparan terhadap diri sendiri.

Cuma seorang pejalan yang gemar memaknai hubungan sosial.

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.